Semua catatan peristiwa sejarah Kampung jawa Tondano didasarkan pada diasingkannya Kyai Modjo dari Jawa Tengah ke Tondano, Minahasa Sulawesi Utara. Rahasia diambilnya peristiwa besar ini sebagai permulaan sejarah Kampung Jaton, karena waktu itulah permulaan Allah memberikan kemenangan kepada Kyai Modjo dan pengikutnya dalam menghadapi ganasnya tanah rawa Tondano. Kemudian mereka melakukan perubahan total dari mental perang menjadi mental pembaharu dan tauladan bagi penduduk loKal Tondano. Dalam hijrah fisik dan mental itu hanya iman islam saja yang menemani dan menguatkan jiwa mereka.
Menurut cerita orang-orang tua dari mulut ke mulut (oral history), untuk menentukan tempat menetap permanen Kyai Modjo menyembelih seekor sapi/lembu dan dipotong menjadi beberapa bagian. Potongan daging lembu tersebut diletakan dan disebarkan dibeberapa tempat di sekitar Tonsea Lama. Tempat dimana daging paling lama membusuk akan dipilih menjadi tempat menetap permanen, dan tempat itulah yang dipilih menjadi Kampung Jaton. Disebut kampung Jawa karena tempat itu memang dikhususkan Belanda untuk tempat tinggal orang-orang Jawa pelaku Perang Jawa. Tanah tersebut semula adalah milik Kepala Distrik (Kepala Walak/Tona’as) Tonsea dan akan dibeli oleh Pemerintah Hindia Belanda namun sang pemilik memberikan secara cuma-Cuma kepada Kyai Modjo. Belanda memilih tempat ini sebagai tempat pemukiman Kyai Modjo karena tidak jauh dari tempat ini terdapat tangsi militer Belanda yang memiliki pasukan cukup besar untuk mengawasi orang-orang mantan pejuang Perang Jawa itu.
Dahulu area Kampung Jaton berupa rawa-rawa ganas. Untuk bisa dijadikan pemukiman, Kyai Modjo dan pengikutnya bahu membahu menggali parit-parit aliran air dan mengubah rawa-rawa menjadi daratan dan membangun pemukiman sederhana, dilengkapi dengan sebuah mushola beratab rumbia. Selanjutnya terjadi kawin mawin antara pengikut Kyai Modjo dengan wanita-wanita setempat. Tumenggung Sis Pajang adalah orang pertama dari rombongan Kyai Modjo yang menikah di Tondano, ia menikah dengan Wurenga Rumbayan, putri kepala walak (ketua suku) Tonsea, opo Sokomen Rumbayan. Pada masa itu orang Tondano belum beragama Kristen. Mereka masih menganut kepercayaan local, kepercayaan animisme yang disebut alifuru. Zending kristen mulai intensif menyebarkan agama kristen di Minahasa pada periode tahun 1835 – 1865.
Meskipun akhirnya Kampung Jawa Tondano berada sekitar 2 km dari Tangsi Militer Tonsea lama dan baru diresmikan beberapa tahun kemudian, namun tanggal 3 Mei 1830 telah ditetapkan sebagai tanggal lahir Kampung Jawa Tondano. Penetapan tanggal lahir Kampung Jawa Tondano ditetapkan melalui rapat musyawarah nasional (munas) organisasi Kerukunan Keluarga Kampung Jaton Indonesia (KKJI) pertama pada tahun 2012 di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar