Selasa, 21 Maret 2023

XII. SEBAB PANGERAN DIPONEGORO MEMILIH KYAI MODJO SEBAGAI PANGLIMA DAN PENASEHAT AGAMANYA

 Dipilihnya Kyai Modjo sebagai pendamping utama ketika Pangeran Diponegoro memproklamirkan Perang Jawa karena Kyai Modjo memiliki pengetahuan agama islam yang luas, ulama yang berwibawa dan disegani serta didukung oleh keluarga besar Kyai Modjo serta para ulama. Kyai Modjo adalah ulama besar pertama yang datang kepada Pangeran Diponegoro di Selarong menyatakan dukungan dan kesetiaan kepada Pangeran Diponegoro.

Suatu kelompok lagi dibawa serta oleh Kyai Modjo tatkala ia bergabung dengan sang Pangeran di Selarong pada awal Agustus. Termasuk diantara mereka adalah anggota keluarga besarnya dan para pelajar di pesantrennya yang ada di Modjo dan Baderan, kawasan Delangu (Carey, Kuasa Ramalan, halaman 738).

Dan demi dukungannya itu pula Kyai Modjolah yang paling banyak berkorban. Sejak menjadi penasehat dan panglima utama Pangeran Diponegoro, besar sekali hasrat Kyai Modjo hendak membantu Pangeran Diponegoro dalam meraih kemenangan dalam peperangan melawan Belanda demi membela kepentingan bangsa dan kaum Muslimin serta menegakkan agama islam di tanah jawa seperti yang dijanjikan Pangeran Diponegoro. Memang, tidak heranlah dengan sikap Kyai Modjo itu sebab ia membela Islam dan generasi penerus walisongo dalam menyebarkan agama islam di tanah jawa. Dialah yang telah memulai sejarah lahirnya pergerakan Islam di nusantara untuk memerdekakan diri dari penjajahan bangsa eropa.

Sebagai penasehat agama, Kyai Modjo dimintai nasehatnya dalam membangkitkan semangat fisabillah dan aturan hukum islam pada prajurit di medan tempur. Sebagai panglima perang, kyai Modjo terlibat dan memimpin secara langsung dalam pertempuran. Keberadaannya dalam pertempuran dapat menambah kepercayaan dan keyakinan para pejuang di front pertempuran. Dan sebagai perunding, Kyai Modjo merumuskan dan memutuskan kesepakan perjanjian dengan pihak Belanda.

Kecerdasan dan penguasaan ilmu Agama Islam Kyai Modjo serta dukungan seluruh keluarga besar Kyai Baderan juga menjadi pertimbangan utama Pangeran Diponegoro memilih Kyai Modjo sebagai pendamping utamanya dalam Perang Jawa. Sebaliknya Kyai Modjo bersedia bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa karena Pangeran Diponegoro berjanji kepada Kyai Modjo untuk memulihkan Agama Islam, seperti yang dikatakan oleh Kyai Modjo sendiri kepada pihak Belanda yang menangkapnya.

Selain karena ketokohan seorang Kyai Modjo, dukungan tokoh-tokoh Agama Islam yang begitu serentak kepada Kyai Modjo karena adanya perkumpulan tarekat. Perkumpulan tarekat selain menjalankan praktik ritual keagamaan, namun juga merupakan sebuah jaringan organisasi sosial yang kuat. Mesin tarekat telah tampil sebagai sebuah gerakan perlawanan untuk memerangi penjajah. Menurut “Salasilah Kyai Modjo Tondano”, Manado,15-12-1919, silsilah ini yang ditulis oleh seorang keturunan cucu Diponegoro (Putra Raden Mas Raib ?) yang telah diasingkan ke Ambon, dimaksudkan untuk menunjukan bahwa Kyai Modjo dan ayahandanya Kyai Abdul Ngarip (Kyai Baderan Senior) telah menggunakan ajaran-ajaran tarekat satariyah dalam pengajaran agama yang mereka lakukan. Juga kakak Kyai Modjo, Kyai Hasan Besari, sebagai seorang anggota tarekat Satariyah, lihat Hamka 1973:5. (Carrey, 2012, halaman 131, foot note.53).

Selain diangkat sebagai penasehat bidang keagamaan, Kyai Modjo juga diangkat seagai panglima perang membawahi kaum ulama, tokoh agama islam dan santri. Kiay Modjo berhasil mengubah modus perlawanan terhadap penjajah dari “pemberontakan” menjadi “perang sabil”. Di bawah pengaruh Kiay.Modjo, ikut sejumlah tokoh lokal; 88 kiay desa, 36 haji, 11 syech, 18 pengatur agama (penghulu, modin, khatib, juru kunci), 15 guru mengaji, dan beberapa ulama dari Bagelen, Kedu, Mataram, Pajang, Madiun dan Ponorogo, serta 3 orang santri wanita (Ali Munhanif, 2002).

Fakta membuktikan bahwa sesungguhnya peran Kyai Modjo dalam Perang Jawa inilah yang menginspirasi tokoh-tokoh islam selanjutnya dalam perjuangan melawan Belanda, semisal pendiri Nahdatul Ulama (NU), Kyai Hasyim As’ari (1871 – 1947) yang meyerukan resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 hingga melahirkan pertempuran 10 November 1945.

Adapun isi resolusi jihad Kyai Hasyim As’ari adalah sbb:

Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe fardloe 'ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja).

Tidak ada komentar: