Selasa, 21 Maret 2023

XX. PENGHIANATAN SEJUMLAH KOMANDAN POROS MATARAM (POROS PANGERAN DIPONEGORO)

Tibalah saatnya kelicikan Belanda mengambil peran menentukan didalam perang ini. Diawali dengan persekongkolan Belanda dengan beberapa pangeran yang memang ingin mendapatkan keuntungan pribadi dengan membocorkan strategi dan rahasia perjuangan.  Sejak itu perlawanan mulai melemah karena dengan cepat Belanda dapat mengetahui rahasia dan posisi kekuatan perjuangan, untuk satu persatu ditaklukkan dan dipecah belah.

Memasuki tahun kedua peperangan, nampaknya daya pasukan poros Mataram mulai melemah. Hal ini disebabkan karena beberapa pangeran dan komandan pasukan serta penasehat Pangeran Diponegoro menyerah kepada Belanda dengan imbalan uang dan jabatan. Juga banyak pasukan Pangeran Diponegoro di lapangan terjebak madat candu. Keadaan ini memberi petunjuk bahwa Pangeran Diponegoro tidak menjalankan fungsi kepemimpinan dengan baik.

Manakala memasuki tahun ketiga peperangan keadaan semakin mengkhawatirkan karena semakin banyak pendukung Diponegoro poros Mataram menyerahkan diri kepada Belanda. Beberapa diantaranya adalah:

1 Tanggal 1 Desember 1826: Pangeran Mangkudiningrat semula bernama Tumenggung     Mangkuwijoyo, anak Pangeran Mangkudiningrat bersama prajuritnya yang berkekuatan 200 – 250 orang bersenjata api menyerah kepada Belanda. Pangeran Mangkudiningrat mendapat imbalan f300. Dalam hubungan famili ia adalah paman Diponegoro (Djamhari, 2004, halaman 258, catatan no.88 (79).

2.  Tanggal 1 Desember 1826: Mayor Wiryodiningrat, komandan pasukan Pangeran Mangkudiningrat, menyerah kepada Belandan dan mendapat imbalan sebesar f70 dan tunjangan (Djamhari, 2004, halaman 258, catatan no.88 (79)

3.  Juli 1827:  Pangeran Notoprojo (adik Pangeran Mangkudiningrat) menyerah bersama 47 0rang demang, 280 prajurit dan 485 pengikut, seluruhnya berjumlah 820 orang. Setelah menyerah, Pangeran Notoprojo mendapat gelar Adipati dan diberi tanah apanage seluas 2000 cacah (Djamhari, 2004, hlm 107).

4.   Awal tahun 1828: Syekh Al-ansari, penasihat Diponegoro asal Jedah Arab Saudi, menyerah kepada Belanda dan diberi imbalan f600 untuk membeli rumah di Surakarta dan uang pensiun sebesar f250 sebulan seusai perang jawa. Ketika ia menyerah, ia membawa serta ketiga istrinya, seorang diantaranya saudari Diponegoro. Sang Syekh kemudian menikah lagi dengan putri Pangeran Blitar I, seorang putra HB I (Carey, 2012, halaman 118, footnote.18 dan 20).

5. Juli 1828: Pangeran Serang, pemimpin pasukan Diponegoro di sekitar Gunung Kidul, menyerah. Setelah menyerah, Pangeran Serang mendapatkan kembali jabatannya Adipati Serang (Djamhari, 2004, halaman 107).

Diponegoro juga mengeluarkan beberapa keputusan tentang kepemimpinan perang. Ia tidak lagi memegang kepemimpinan secara langsung. Komando dan pengendalian lapangan diserahkan kepada diserahkan kepada para pimpinan yang ditunjuk. Setelah dilakukan pembagian wilayah dan sektor perlawanan baru. Sentot diangkat sebagai panglima tentara seluruh Jawa, di depan nama lamanya ditambah gelar Ngabdul Mustapha (Djamhari 2004, hlm 139). Upaya Diponegoro ini bertujuan untuk menaikkan moral tempur tentaranya namun tidak cukup berhasil karena moral tentara sudah sangat jatuh sebab kecanduan candu dan janji-janji Belanda untuk menyerah dengan imbalan uang.

Tidak ada komentar: