Kamis, 23 Maret 2023

III. KYAI BADERAN DAN KALIYOSO - PEMUKIMAN MUSLIM PERTAMA DI JAWA.

Karena sukses memimpin pesantren Baderan dalam mengajarkan agama islam kepada masyarakat sekitar dan pangeran-pangeran kraton, maka Paku Buwono IV menawarkan kepada Kyai Baderan tanah perhutanan yang cukup luas berjarak sekitar 15 sebelah utara Surakarta untuk dijadikan pemukiman muslim. Hutan itu yang bernama Jogopaten, terkenal angker dan disitu terdapat bagunan kuil abad 9 sebagai tempat pemujaan pada Batari Durga, salah satu dewa agama Hindu, serta dianggap keramat oleh Sebagian orang jawa. Paku Buwono IV bermaksud membersihkan daerah tersebut dari pengaruh kepercayaan hindu budha dan mengganti dengan kepercayaan islam. Kyai Baderan menyanggupi dan berjanji akan memilih dari murid-muridnya orang yang tepat untuk mengemban misi membabat hutan Jogopaten yang terkenal angker tersebut. Saat itu hubungan antara kraton Surakarta dan kyai Baderan sangat baik.

Tersebutlah Kyai Turmudi, murid Kyai Baderan ditunjuk mengemban tugas membuka hutan jogopaten untuk dijadikan pemukiman islam dan menyebarkan agama islam disana. Kyai Turmudi selain sebagai murid, juga masih kerabat Kyai Baderan. Keduanya mempunyai nasab ke kerajaan Mataram dan Pajang. Dipilihnya Kyai Turmudi mengemban tugas ini bukan tanpa alasan. Kyai Baderan memilih Kyai Turmudi selain karena pemberani tetapi yang utama ia keturunan Brawijaya dan muslim. Tujuannya supaya peralihan budaya hindu ke Islam berjalan mulus. Sebelum melaksanakan tugas, Kyai Baderan menikahkan Kyai Turmudi dengan salah satu putrinya. Sekarang Kyai Turmudi sudah menjadi menantu Kyai Baderan.

Maka berangkatlah keluarga kecil Kyai Turmudi menuju hutan Jogopaten. Kyai Turmudi juga mengajak kemenakannya, Kyai Bagus Murtodo. Kyai Bagus Murtodo adalah putra dari saudara perempuan Kyai Turmudi.

Singkatnya Kyai Murtodo dan Kyai Turmudi berhasil membabat hutan angker Jogopaten (alas jogopaten) dan mengubah menjadi daerah yang siap dihuni manusia. Maka diundanglah kerabat-kerabat dan orang baru masuk islam untuk pindah dan membangun pemukiman di tempat baru tersebut. Maka pada sekitar tahun 1790 raja Paku Buwono IV dan Kyai Baderan dating dan meresmikan pemukiman baru tersebut. Paku Buwono IV sangat senang dan mewakafkan tanah tersebut serta menamakan daerah tersebut dengan nama “Kaliyoso”. Tidak ada yang tau arti nama Kaliyoso selain Paku Buwana IV sendiri. Namun secara harfiah kali berarti sungai dan yoso berarti membuat atau membangun. Saat ini Kaliyoso terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. 


Selanjutnya Kyai Murtodo mengambil gelar “Kyai Abdul Djalal I” dan Kyai Turmudi mengambil nama “Kyai Muhammad Qorib”. Sekarang Kaliyoso telah menjadi titik awal syiar Islam di Utara Solo. Kiai Abdul Jalal I lahir pada tahun 1746 dan wafat pada 1836 M (Ida Ayu, halaman 24).

Hubungan kekeluargaan antara Kalioyoso dan Baderan diperkuat dengan kawin mawin antara Trah Kaliyoso dan Trah Baderan. Pada decade berikutnya hubungan diperluas dengan pesantren Mlangi. Beberapa diantara kawin mawin tersebut adalah (gambar-5):

1.   Putra dari Kyai Abdul Djalal I bergelar Kyai Abdul Djalal II dikawinkan dengan putri dari Wiropatih Kyai Baderan II (Kyai Sepoh Baderan). Ini adalah pernikahan antar sepupu karena ibu dari Kyai Abdul Djalal II bersaudara dengan Kyai Sepoh Baderan. Jadi Kyai Abdul Djalal II dan istrinya keduanya adalah cucu Kyai Baderan.

2.    Dua orang putra Kyai Modjo Tondano (Honggodipo dan Mangun Redjo) menikah dengan dua orang putri dari Kyai Muhammad Qorib.

3.      Muhammad Tohir, cucu Kyai Nur Iman Mlangi, kawin dengan cucu Kyai Baderan.

Sepeninggal Kyai Baderan, pesantren dipimpin oleh salah satu putranya yang bernama Wiropatih hingga Meletus Perang Jawa. Kelak Wiropatih ikut diasingkan ke Tondano dan dikenal dengan nama Kyai Sepoh Baderan. Sedangkan Kyai Modjo mendirikan pesantren sendiri di dusun Modjo Boyolali dan sebab itu Muslim Muhammad Chalifah terkenal dengan nama Kyai Modjo. Dalam Perang Jawa, keluarga Kyai Baderan secara total mendukung Pangeran Diponegoro dan turun berperang melawan Pemerintah Hindia Belanda, beberapa diantaranya tertangkap dan diasingkan ke Tondano. 


Hubungan kuat antara Trah Baderan dan Trah Kaliyoso terbawa hingga di Tondano yaitu terlihat pada model mimbar masjid Kyai Modjo Tondano mengikuti model mimbar masjid Kaliyoso Jawa Tengah dan diabadikan nama Kaliyoso sebagai nama kampung diaspora warga Kampung Jaton di Gorontalo. Mimbar masjid Kyai Modjo Tondano dibuat pertamakali oleh Kyai Sepoh Baderan.

 
Mimbar masjid Solo (kiri), mimbar masjid Kyai Modjo Tondano (tengah) danmimbar masjid Kaliyoso Sragen (kanan)

Tidak ada komentar: