Sabtu, 18 Maret 2023

XXXIV. TIME LINE KAMPUNG JAWA TONDANO (JATON)

 

Ternyata kemudian Kampung Jaton tidak hanya diperuntukkan khusus untuk Kyai Modjo dan pengikutnya tetapi oleh Belanda Kampung jaton juga dijadikan tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh perlawanan lainnya, dari Jawa dan luar Jawa. Dan pengasingan tokoh-tokoh perlawanan ke Tondano berlangsung hingga tahun 1900. Berikut adalah kronologi kampung Jaton.

·      April 1830

Rombongan pertama pengikut Kyai Modjo tiba di Tondano. Mereka adalah sebagian dari 46 orang pengikut Kyai Modjo yang menumpangi kapal ”Thalia” yang membawa satu putra Pangeran Diponegoro yang diasingkan ke Ambon.

·      3 Mei 1830

Kyai Modjo dan pengikut sekitar 40 orang tiba di Tondano. Mereka adalah rombongan kedua yang menumpang kapal ”Mostora”. Total rombongan Kyai Modjo yang diberangkatkan ke Tondano dari Batavia berjumlah 88 orang namun sekitar 25 orang meninggal dalam perjalanan Batavia – Ambon dan ada beberapa orang yang meninggal setiba di Ambon. Juga pada tanggal 3 Mei 1830 Pangeran Diponegoro diberangkatkan dengan kapal fregat “Polux” dari Batavia menuju Manado. Pangeran Diponegoro tiba di Pelabuhan Manado pada tanggal 12 Juni 1830.

Jumlah rombongan Kyai Modjo yang tiba di Tondano sekitar 63 orang. Dalam satu tahun di Tondano terdapat sekitar 15 orang meninggal karena penyakit, kelelahan dsb. Tersisa sekitar 48 orang dan dari jumlah tersebut hanya 28 orang yang memiliki nasab keturunan di Tondano, yaitu:

1.    Kyai Modjo. Di Tondano Kyai Modjo tidak menikah lagi. Istri Kyai Modjo dari jawa menyusul ke Tondano sekitar satu tahun kemudian.

2.    Gazaly, putra Kyai Modjo. Di Tondano Gazaly menikah dengan Ringkengan Tombokan dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MODJO.

3.     Kyai Sepoh Baderan (Wiropatih/Kyai Baderan II), kakak Kyai Modjo. Disebut “Sepoh”karena beliau yang paling tua dalam rombongan. Di Tondano Kyai Sepoh Baderan tidak menikah namun 3 orang anaknya ikut ke Tondano dan menurunkan keluarga BADERAN.

4.   Sopingi, putra Kyai Sepoh Baderan. Di Tondano Sopingi menikah dengan putri dari keluarga Walalangi dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga BADERAN.

5.   Semangi Kyai Gading bin Kyai Baderan Senior menikah dengan putri dari keluarga Watuseke dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga Semangi. Namun keluarga Semangi tidak berkembang dan hilang karena cucu satu-satu laki-laki Kyai Gading bernama Abdul Karim Karmo bin Ismangi bin Kyai Gading, kelak menikah dengan Saptia binti Djumal bin Gazaly bin Mbah Kyai Modjo menggunakan nama keluarga MODJO.

6.    Muhammad Asnawi Raden Tumenggung (RT) Reksonegoro Kyai Pulukadang, kemenakan Kyai Modjo, menikah dengan putri dari keluarga Tumbelaka dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga PULUKADANG. Ayah sambung RT.Reksonegoro adalah Kyai Hasan Muhammad – adik Kyai Modjo. Ayah kandung adalah Pangeran Hangabehi bin Sultan Hamengku Buwono I.

7.  Wiso/Ngiso, kemenakan Kyai Modjo. Di Tondano Wiso menikah dengan Linon Pakasih-Lengkong dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga PULUKADANG. Ayah dari Wiso adalah Kyai Hasan Muhammad - adik Kyai Modjo. Wiso dan RT.Reksonegoro bersaudara seibu tetapi lain ayah.

8.  Tumenggung Sis, kemenakan Kyai Modjo. Di Tondano Tumenggung Sis menikah 3 kali. Tumenggung Sis adalah orang pertama dari rombongan Kyai Modjo yang menikah di Tondano. Istri pertama Tumenggung Sis adalah Wurenga Rumbayan. Dua istri lainnya putri dari keluarga Mantiri-Kilapong dan Rinut binti Mbah Roto. Dari pernikahan ini menurunkan keluarga TUMENGGUNG ZES. Ayah dari Tumenggung Zes adalah Kyai Hasan Besari bin Kyai Baderan I.

9.    Ilyas, adik Tumenggung Sis. Di Tondano Ilyas menikah dengan Nenot binti Mbah Thayeb dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga ZES.

10.  Abdul Kadir (Tumenggung Urawan), di Tondano menikah dengan putri dari keluarga Wurarah dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga NGURAWAN.

11. Brodjoyudo (Tumenggung Mayang), di Tondano menikah dengan Ani Tumbelaka dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga TUMENGGUNG MAYANG.

12.   Gozaly Kyai Dadapan (cucu Kyai Nur Iman Mlangi Yogya), di Tondano menikah dengan Rahel Tombokan dan menurunkan keluarga MELANGI. Kyai Dadapan adalah orang yang membujuk Kyai Modjo untuk berunding dengan Belanda pada November 1828 yang berakhir dengan ditangkapnya Kyai Modjo. Istri pertama Pangeran Diponegoro adalah putri Kyai Dadapan.

13. Ali Imran (cece Kyai Nur Iman Mlangi, kemenakan Kyai Dadapan), di Tondano menikah dengan Yehia Ratulangi dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MASLOMAN.

14.  Ahmad Fakih (cece Kyai Nur Iman Mlangi, saudara Ali Imran), di Tondano menikah dengan nona Pangalila-Wauran dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MASPEKEH.

15.   Secopawiro (cucu Kyai Nur Iman Mlangi, putra Kyai Taptojani bin Kyai Nur Iman Mlangi), di Tondano menikah dengan Lendo Kawilarang dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga SURATINOYO. Salah satu cucunya, Rowiah binti Rateb bin mbah Suratinoyo, menikah dengan Isa Hulungo (Gorontalo) dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga ISA SURATINOYO.

16.   Kosasi (cucu Kyai Nur Iman Mlangi, sepupu Gozaly Kyai Dadapan, di Tondano  menikah dengan Inggrina Rumbayan dannona Saraun. Dari pernikahan ini menurunkan keluarga KOSASIH.

17.   Muhamad Kyai Mastari, pengikut Kyai Modjo. Di Tondano Kyai Mastari menikah dengan nona Malonda dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MASTARI dan keluarga SARIDIN. Saridin adalah putra tunggal Kyai Mastari.

18. Ahmad Djenawie (Djounou), pengikut Kyai Modjo, di Tondano menikah dengan nona Pinangkaan-Nelwan dan dari pernikaghan ini menurunkan keluarga DJAHUNO dan keluarga WARIDIN. Waridin adalah salah satu putra mbah Djahuno.

19.  Abdul Wahab, pengikut Kyay Modjo, di Tondano menikah dengan Otik binti Mbah Haji Ali dan dari pernikahan ini Abdul Wahab hanya memperoleh 1 (satu) anak perempuan yang kemudian menikah dengan Bardani bin Mbah Masloman.

20.   Kyai Wonopati, pengikut Kyai Modjo, di Tondano menikah dengan Linon Pakasih-Lengkong dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga WONOPATI. Linon Pakasi-Lengkong ini adalah janda Wiso. Atau sebaliknya Wiso menikahi janda Kyai Wonopati.

21.  Haji Muhammad Ali menikah dengan nona Tambahani dan Kamisa binti Mbah Thayeb. Dari pernikahan ini menurunkan keluarga HAJI ALI dan keluarga KANGIDEN.

22.   Ahmad Baweh Kyai Djosari, istrinya tidak diketahui, menurunkan keluarga DJOSARI.

23. Haji Muhammad Tayeb (Mbah Thayeb) menikah dengan Rea Wenas dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga THAYEB.

24.  Hanafi, pengikut Kyai Modjo, di Tondano menikah dengan nona Maukar dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MASHANAFI.

25.    Muhammad Ibrahim Kyai Wonggo, pengikut Kyai Modjo, di Tondano menikah dengan Nancy Mailoor dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga WONGGO dan MASWONGGO.

26.  Martam, pengikut Kyai Modjo, di Tondano menikah dengan Lunsil Pinkan Sumaraw dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MARTAM dan keluarga RAMLAN.

27.    Husen, pengikuit Kyai Modjo. Di Tondano menikah dengan gadis di Papakelan dan menetap di Papakelan. Dari perkawinan ini menurunkan keluarga KUSEN.

·      1831/1832

Istri Kyai Modjo dan beberapa pengikut Kyai Modjo tida di Tondano.

1.    Istri Kyai Modjo, R.A Modjo tiba di Tondano. Di Tondano R.A Modjo dikenal dengan sebutan ”mbah wedok” (mbah perempuan). R.A Modjo adalah janda Pangeran Mangkubumi – paman Pangeran Diponegoro. Pernikahan Kyai Modjo dengan R.A Modjo terjadi dimasa berkecamuk Perang Jawa dan dari pernikahan ini Kyai Modjo tidak memiliki anak. Sebelumnya R.A Modjo juga dikenal dengan nama R.A Prawirodingrat yang menunjukkan bahwa dia pernah menjadi istri dari adik Sentot Alibasa Prawirodirdjo. Sentot adalah salah satu panglima Diponegoro.

2.    Kamil beserta 5 anak (1 perempuan). Istri Kamil Kyai Demak adalah Siti Safirah yaitu putri dari Siti Fatimah dan Abdullah Almaki. Siti Fatimah adalah putri dari Nyai Musa. Nyai Musa sendiri sendiri adalah putri dari Kyai Nur Iman Mlangi. Siti Safirah adalah cucu dari Kyai Nur Iman Mlangi. Tidak diketahui apakah istri dari Kamil Kyai Demak ikut ke Tondano atau tidak. Tidak diketahui juga apakah Kamil Kyai Demak menikah lagi sewaktu di Tondano. Namun tercatat anak-anak Kamil Kyai Demak menikah di Tondano dan menurunkan keluarga KYAI DEMAK.

3.   Tumenggolo, putra Kyai Sepoh Baderan. Di Tondano Tumenggolo menikah dengan putri dari keluarga Merai dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga BADERAN dan keluarga MUHTAR. Muhtar adalah salah satu putra dari Tumenggolo.

4.   Rages, putra Kyai Sepoh Baderan. Di Tondano Rages menikah dengan putri dari keluarga Kalengkian dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga BADERAN.

5.    Mondosari, putra Gozaly Kyai Dadapan. Di Tondano Mondosari menikah namun tidak diketahui nama istrinya. Dari perkawinan ini menurunkan keluarga MELANGI.

·      1839/1840

Sekitar 19 orang pengikut Pangeran Diponegoro di Makasar beserta anak dan istri bergabung bersama Kyai Modjo di Tondano.

1.    Bambang Mertaleksana beserta istri (Sarita) dan 3 orang anak (Murbin dan 2 anak perempuan). Di Tondano Bambang Mertaleksana menikah lagi dengan Margareta Landu dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MERTOSONO.

2.     Roto beserta istri dan 4 orang anak (2 laki dan 2 perempuan). Di Tondano Roto tidak menikah lagi. Namun 2 anak lakinya menikah di Tondano dan menurunkan Keluarga DJOYOSUROTO.

3.     Banteng Wareng beserta 1 orang putra (Djungkut). Di Tondano Mbah Banteng menikah dengan Roempo dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga BANTENG.

4.     Midin. Di Tondano Midin menikah dengan nona Kawesuan dan nona Urin Kandou. Dari 2 kali pernikahan ini mbah Nurhamidin menurunkan keluarga NURHAMIDIN.

5.   Wangsataruno beserta istri (Nyai Sataruno) dan 1 orang putri (Kutjir). Di Tondano Wangsataruno menikah lagi dengan nona Kalengkian dan menurunkan keluarga SATARUNO.

6.   Suronoto. Di Tondano mbah Suronoto menikah dua kali yaitu dengan nona Kulit dan Urin Kandou. Dari pernikahan ini menurunkan keluarga SURONOTO. Urin Kandou adalah orang yang sama dengan istri mbah Nurhamidin.

7.   Kromodongso. Di Tondano mbah Maskromo menikah dengan Nancy Worek dan dari pernikahan ini menurunkan keluarga MASKROMO.

·      1846

Kyai Hasan Maulani dari Lengkong Cirebon. Kyai Hasan Maulani atau Kyai Lengkong (lahir 21 Mei 1782) diasingkan Belanda ke Tondano dan tiba di Tondano tahun 1846 dengan meninggalkan seorang istri dan 11 orang anak di Cirebon. Saat tiba di Tondano Kyai Lengkong sudah berumur sekitar 64 tahun dan tidak menikah lagi hingga meninggal pada tanggal 30 April 1874 sehingga beliau tidak punya keturunan di Tondano.

·      1848

Pangeran Ronggo Danupoyo dari Yogyakarta. Pangeran Ronggo Danupoyo adalah cucu Sunan Paku Buwono IV. Di Tondano Ronggo Danupoyo menikah dengan Siti Sania binti Mbah Suratinoyo dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga DANUPOYO.

·      1860

Kyai Mardjo dari Jawa Tengah. Menurut cerita orangtua di kampung Jaton, Kyai Mardjo adalah putra dari salah satu pengikut Kyai Modjo yang saat diasingkan ke Tondano Kyai Mardjo masih berusia balita. Di Tondano Kyai Mardjo menikah dengan Nona binti Mbah Sataruno dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga KYAI MARDJO, keluarga MASHUD dan keluarga NURDIN. Mashud dan Nurdin adalah cucu dari mbah Kyai Mardjo.

·      1861

KH Ahmad Rifai dari Kendal Jawa Tengah. Ahmad Rifai lahir di Semarang tahun 1786, sorang ulama keturunan Arab. Ahmad Rifai diasingkan ke Tondano saat ia berusia sekitar 75 tahun. Di Tondano Ahmad Rifai menikah 3 kali dengan perempuan Tondano yaitu nona Saraun, nona Sompotan dan nona Rumambi. Dari perkawinan ini menurunkan keluarga RIFAI. KH Ahmad Rifai meninggal tahun 1872 dalam usia 86 tahun. Dalam 3 kali pernikahan selama 6 tahun sisa umurnya di Jaton, Ahmad Rifai dikaruniai 10 orang anak, 6 diantaranya laki-laki. KH Ahmad Rifa’i adalah pahlawan perintis kemerdekaan nasional berdasarkan Kepres RI No. 089/TK/Tahun 2004 tanggal 5 November 2004.

·      1865

Sumatera Barat Group. Setelah Imam Bonjol meninggal dunia di Lotak Pineleng pada tanggal 6 November 1864 beberapa pengikutnya pindah pindah ke kampung Jaton.

1.Haji Abdul Halim menikah dengan Tembongan binti Raden bin Mbah Wonggo dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga ABDUL HALIM.

2.  Malimmuda Prambahan menikah dengan Tenden binti Salimen bin Mbah Kyai Demak dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga PRAMBAHAN. Karena minimnya data maka dalam buku silsilah ini tidak memuat silsilah keluarga Prambahan.

3. Abdullah Said menikah dengan Muinah binti Asaad bin Mbah Kosasi dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga SAID. Karena minimnya data dalam buku ini tidak memuat keluarga Said.

·      1880 - 1882

Abdullah Assagaf dari Palembang, Sumatera Selatan. Abdullah Assagaf diasingkan Belanda ke Tondano pada tahun 1880 kerana Belabda menganggapnya menghasut masyarakat untuk melawan Belanda. Di Kampung Jawa Tondano Abdullah Assagaf menikah (lagi) dengan Ramlah (Roliah) binti Rateb bin Mbah Suratinoyo. dari perkawinan ini mendapat 8 anak, tiga laki-laki.

Tahun 1882 Nelly Meijer, perempuan berdarah Belanda, janda Pangeran Prabu Anom Catra Adiningrat , menyusul ke Tondano dan menikah dengan Abdullah assagaf. Dari perkawinan kedu Sayid Abdullah Assagaf ini diperoleh 4 orang anak, dua diantaranya laki-laki. Dan ari dua pernikahan Abdullah Assagaf ini menurunkan keluarga ASSAGAF.

Pangeran Prabu Anom Catra Adiningrat bin Raden Husein Gelar Sultan Ahmad Nadjamudin II. Sultan Ahmad Najamuddin II merupakan Sultan terakhir Kesultanan Palembang Darussalam (1821-1823). Pangeran Prabu Anom Catra Adiningrat menikah dengan Nelly Meijer dan mendapat satu anak laki-laki bernama Raden Nurain (Raden Nuren/Nguren). Pangeran Prabu Anom Catra Adiningrat terbunuh oleh Belanda saat Raden Nuren masih kanak-kanak. Raden Nuren ikut ke Tondano ersama ibunya, Nelly Meijer. Setelah dewasa Raden Nuren menikah dengan Rit Tombeng dan menurunkan Keluarga CATRADININGRAT.

·      1884

Syarif Gusti Perbatasari dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pangeran Perbatasari melakukan pemberontakan terhadap Belanda namun tertangkap di daerah Kutai ketika dalam perjalanan membeli persenjataan dan tahun 1884 dan diasingkan ke Tondano. Di Tondano ia menikah dengan Rasmi binti Muridon bin Tole bin Mbah Mashanafi dan menurunkan keluarga GUSTI PERBATASARI.

·      1886

Tengku Muhammad dari Aceh. Tengku Muhammad diasingkan Belanda ke Tondano akibat ekses perang Aceh (1873 – 1904). Tengku Muhammad tidak punya keturunan di Tondano.

·      1889

Tokoh Pemberontakan Petani “Geger Cilegon” Banten.

Tidak lama setelah peristiwa pemberontakan Geger Cilegon pada 1888, Belanda mengasingkan sekitar 90 orang ke berbagai tempat di Nusantara, termasuk 6 orang di Tondano dan beberapa orang di Tomohon. Enam yang diasingkan ke Tondano adalah:

1. Haji Djafar menikah dengan Embu binti Hasan bin Mbah Maspekeh dan menurunkan keluarga HAJI DJAFAR.

2.  Salim (Banten) bin Haji Djafar menikah dua kali yaitu dengan Maryam binti Hamzah bin Djamal bin Djungkut bin Mbah Banteng dan Fatimah binti Abdul Karim Aslah. Dari perkawinan ini menurunkan keluarga HAJI DJAFAR.

3.   Haji Abdul Karim Aslah menikah dengan Otik binti Mbah Haji Ali dan mendapat satu anak perempuan bernama Fatimah binti Abdul Karim Aslah.

4.   Muhammad bin Abdul Karim Aslah menikah Halimah binti Mukali bin Mbah Masloman dan dari perkawinan ini menurunkan keluarga ASLAH.

5.   Haji Asnawi menikah dua kali; dengan Katena binti Haji Djafar dan Sri binti Salam bin Mbah Haji Ali. Dari perkawinan ini diturunkan keluarga HAJI ASNAWI Atau ASNAWI.

6.   Haji Mardjaya tidak diketahui anak keturunan di Tondano.

Sedangkan yang diasingkan ke Tomohon (sekarang kampung Saroinsong) salah satunya adalah Buang Tubagus yang menikah dengan nona Supit dan menurunkan keluarga TUBAGUS. Anak keturunan Buang Tubagus melakukan kawin mawin dengan warga Kampung Jaton.

·      1900

Haji Saparua dari Maluku. Haji saparua menikah di Tondano (Babcock, 1989) namun tidak ada catatan mengenai keturunannya

Selain kelompok pejuang perintis kemerdekaan diatas, pada awal abab 19 (tahun 1900-san) kampung Jaton juga diramaikan dengan kedatangan beberapa pemuda dari Jawa, Suluteng, Arab serta pemuda lokal Tondano (mualaf). Mereka datang ke Jaton dan kawin mawin dengan wanita-wanita jaton generasi.  Beberapa diantaranya adalah:

1.    Kai asal Suawa Gorontalo. Keluarga Kai menikah dengan anak-anak perempuan generasi ketiga Jaton dan dari perkawinan-perkawinan tersebut menurunkan keluarga KAI.

2.    Mubarak (Barak) Buchari asal Kediri Jatim. Di kampung Jaton Barak Buchari menikah dengan Safina binti Kyai Gozaly (Mbah Melangi) dan menurunkan keluarga BUCHARI.

3.     Saptogani asal Kediri Jatim menikah dengan Rame binti Mbah Sataruno dan menurunkan keluarga SAPTOGANI. Karena minimnya data dalam buku ini tidak memuat keluarga Saptogani.

4.    Gumer bin Saptogani menikah dengan Eke binti Utu Mashanafi dan menurunkan keluarga GUMER. Karena minimnya data dalam buku silsilah ini tidak memuat keluarga Gumer.

5.    Guret bin Saptogani menikah dengan Sapotok bin Mbah Nurhamidin dan menurunkan keluarga GURET, GURET NURHAMIDIN & NURHAMIDIN.

6.    Lababa asal Toli-Toli Sulawesi Tengah menikah dengan 3 wanita Jaton masing-masing Rodjiah binti Maridjan bin Mbah Rifai, Salbiot binti Hasan Maspekeh dan Asiah binti Kandar Melangi. Dari perkawinan ini menurunkan keluarga LABABA.

7.   Muhammad Nur bin Abubakar Lamsu asal Gorontalo menikah dengan Hasnah binti Manik Suratinoyo menurunkan keluarga LAMSU.

8.    Datuk bin Abubakar Lamsu asal Gorontalo menikah dengan Aisah binti Malimuda Prambahan menurunkan keluarga LAMSU. Abubakar (Buko) Lamsu asal Gorontalo beristri orang Cina marga Tan. Konon nama Lamsu berasal dari Lamusu.

9.   Eksan asal Suluteng menikah dengan Biang binti Tole Sataruno dan menurunkan keluarga EKSAN. Karena minimnya data dalam buku ini tidak memuat silsilah keluarga Eksan.

10.   Keluarga Arbie asal Sulawesi menikah dengan keturunan Jaton dan menurunkan keluarga ARBIE.

11.  Keluarga Simon Karinda (penduduk lokal Tondano). Dua anak laki-laki Simon Karinda bernama Tahir Karinda dan Tahal Karinda masuk Islam (mualaf) dan menikah dengan perempuan kampung Jaton. Tahir Karinda menikah dengan Nursina binti Halifa Suronoto dan Tahal Karinda menikah dengan Aisah binti Salimen Kyai Demak. Tahal dan Tahir menurunkan keluarga muslim KARINDA.

12. David Tombokan (mualaf) menikah dengan Sina binti Kaleb bin Mah Haji Ali menurunkan keluarga muslim TOMBOKAN.

13.   Karel Latondra Logor “Dade” Saelangi (mualaf) menikah dengan Ngaripah binti Sulaiman Thayeb menurunkan keluarga muslim SAELANGI.

14.   Masardi “Muhammad” Felix Rondonuwu (mualaf) menikah dengan Sania binti Mbah Mashanafi menurunkan keluarga muslim RONDONUWU dan BASES.

15.   Beberapa laki-laki Arab Yaman atau keturunan arab menikah dengan wanita Jaton Mereka diantaranya marga Alkatiri, Basalamah, Bahmid, Bin Zima, Alhasni, Alfari, Bamatraf, Aldjufri, dll.

Itulah komponen Kampung Jaton yang kemudian melakukan kawin mawin diantara mereka hingga melahirkan masyarakat Kampung Jaton.

Tidak ada komentar: