Senin, 20 Maret 2023

XXVI. KYAI MODJO DAN ROMBONGAN TIBA DI PELABUHAN KEMA DAN LANJUT JALAN KAKI (LONG MARSH) KE KANTOR RESIDEN MANADO DI MANADO

 Kyai Modjo dan pengikutnya hanya sekitar 2 bulan saja di Ambon dan selanjutnya mereka diberangkatkan ke tempat pengasingan terakhir di Manado. Lama waktu dari Ambon ke Manado hanya beberapa hari saja. Diperkirakan rombongan Kyai Modjo bertolak ke Manado sekitar akhir April 1829 dan tiba di Pelabuhan Kema pada tanggal 1 Mei 1830 (Babcock,1989, halaman 252). Mengenai Adipati Anom – putra Pangeran Diponegoro, dia tidak ikut serta ke Menado tetapi tetap tinggal di Ambon bersama beberapa pengikutnya hingga wafat di sana.

Kema adalah “clave” orang Spanyol abad 16, lalu dijadikan Belanda pelabuhan perdagangan. Sekarang, Kema adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kota Bitung, sebelah Timur dengan Laut Maluku, sebelah selatan dengan Kecamatan Kombi, Kabupaten Minahasa dan sebelah barat dengan Kecamatan Kauditan.

Kedatangan mereka di Kema disambut oleh Residen Manado (Meester in de Richten) D.F.W.Pietermaat. Keresidenan Manado meliputi Sulawesi Utara, mulai dari Sangir Talaud hingga perbatasan Sulawesi Tengah. Residen Manado datang dari Manado khusus untuk keperluan menyambut Kyai Modjo dan pengikutnya. Di Kema rombongan ditempatkan dikediaman yang biasanya ditempati Residen jika sedang berkunjung ke Kema. Residen kemudian bercakap-cakap dengan Kyai Modjo mengenai keadaan selama perjalanan dari Batavia – Kema. Selanjutnya dilakukan serah terima rombongan Kyai Modjo dari Van Nes, Residen Yogyakarta yang mendampingi Kyai Modjo sejak dari Batavia kepada Residen Manado. Serah terima dilengkapi dengan penyerahan dokumen rombongan Kyai Modjo kepada Residen Manado. Setelah proses administrasi selesai, Residen memberitahukan kepada rombongan Kyai Modjo bahwa besok pagi mereka akan diberangkatkan ke Manado dengan berjalan kaki (long marsh).

Pagi hari keesokan harinya tanggal 2 Mei 1830, dihadapan Residen Manado dan Residen Yogyakarta, rombongan sudah berbaris dan siap untuk berangkat ke Manado. Kemudian Residen Manado berkata kepada rombongan, saudara saudara, tuan tuan sebentar lagi segera akan berangkat ke Manado untuk urusan lebih lanjut bagi kepentingan tuan tuan sendiri. Setelah berkata demikian kedua orang Belanda itu naik kereta model abad 18 menuju Manado.

Sesaat kemudian rombongan mulai berjalan kaki menuju Manado, dikawal tentara KNIL, menuju satu tempat di Manado yang telah ditunjukkan oleh Residen Manado, yaitu kompleks dimana beradanya rumah bekas tempat kediaman dari raja Manado (suku bangsa Bobentehu), sekarang tempat itu disebut Pondol. Kota Manado terletak sejauh sekitar 45 km sebelah Barat-Daya Kema. Lama perjalanan jalan kaki dari Kema ke Manado sekitar 10 jam.

Maka nampaklah serombongan orang orang yang masih asing bagi penduduk Minahasa, berjalan kaki, dalam formasi yang teratur rapih yang dipimpin oleh Tumenggung Sis Pajang. Long March Kema - Manado nonstop, melewati kampung-kampung, mulai dari Kauditan dekat Kema, dan desa Tumaluntung dekat Airmadidi. Sesampai di Airmadidi komandan pasukan Borgo, pasukan yang mengawal rombongan Kyai Modjo, memberikan aba-aba untuk istirahat sejenak. Nampaknya serdadu-serdadu Borgo itu sangat keletihan padahal diantara mereka itu terdapat ”Scherpspschutters” - snipeer ( penembak jitu ) namun dalam melakukan perjalan Long March itu mereka tidak biasa, hal ini berbeda dengan Kiay Modjo dan pengikutnya yang sudah terlatih bertahun tahun mendaki bukit bukit yang tinggi, melintasi tebing tebing yang curam, mendaki bukit bukit yang tinggi, disekitar gunung Merapi di Jawa Tengah.

Selepas istirahat, komandan Pengawal Borgo memberikan aba-aba untuk meneruskan perjalanan. Sesampai di jembatan Kairagi pasukan Borgo sudah letih sekali, sebaliknya rombongan Kyai Modjo masih segar dan kuat. Sekarang nampaknya berbalik, yang seharusnya mengawal menjadi dikawal.

Akhirnya setelah sekitar 10 jam berjalan kaki rombongan Kyai Modjo tiba di Manado pada sore hari menjelang waktu magrib. Sesampai di Manado kedatangan mereka disambut oleh residen Manado, Meester in de Richten, D.F.W.Pietermaat. Letnan Belanda yang mengawal selama perjalanan dari Surakarta sampai di Manado melaporkan bahwa Kiay Modjo dan pengikutnya sering menyanyikan lagu-lagu yang diambil dari Alquran. Mungkin mereka bersholawat atau berdzikir.

Tidak ada komentar: